Cerita ini hanya fiksi belaka murni hasil karya penulis, bila ada kesamaan nama dan tokoh itu diluar kendali penulis. Hujan yang deras bahkan tidak mampu menghilangkan jejak Dion dalam ingatan Sella. Ia justru kembali mengingat bagaimana masa-masa bersama Dion. Lamunannya melayang mengingat lagu yang selalu mereka dengarkan ketika hujan, saling menyapa dalam telepon, dan juga kenangan duduk bersama di tepi danau dengan udara yang lembab setelah hujan dengan aroma khasnya. Sella sangat menikmati lamunannya itu sampai akhirnya ia tersadar sesaat ketika handphone-nya berdering dan segera ia angkat. Belum sempat menyapa, suara pria diseberang telepon sudah menumpahkan banyak kata. "Sayang, aku sebentar lagi sampai , aku tunggu di depan kantor, hujannya lumayan deras aku tunggu di mobil ya". "Oke Sam", dengan segera ia merapikan meja kerjanya,mematikan laptop dan mengambil tas. Lima menit kemudian ia sudah siap pergi. "See you Ndri" pamit Sella pada tema
After loooongg time gak nulis, akhirnya saya mencoba membuka blog usang ini. Kali ini ada sesuatu yang menggelitik saya untuk ngeblog lagi, lebih tepatnya membagi curhatan setelah saya membaca salah satu roman dari Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Gadis Pantai. Saya hanyalah pembaca yang ingin membagi pemahaman dari sudut pandang saya, dan saya bukanlah orang yang memahami kesusastraan. So, blog ini bisa dibilang ajang curhatan pembaca karya Pram. Jadi ceritanya di malam yang penuh kegalauan dan gundah gulana yang melanda membuat saya memutuskan untuk membaca roman Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yang terbit di tahun 1960an. Oiya fyi, Gadis Pantai merupakan salah satu karya Pramoedya yang dilarang beredar pada masa orde baru, yang dibumihanguskan oleh Angkatan Darat pada Oktober 1965, kenapa dibakar, yah karena you know lah, ketakutan pemerintah saat itu dimana isu keterlibatan Pram sebagai bagian organisasi sayap partai komunis. Jadi seharusnya Gadis Pantai ada 3 bagian