After loooongg time gak nulis, akhirnya saya mencoba membuka blog usang ini. Kali ini ada sesuatu yang menggelitik saya untuk ngeblog lagi, lebih tepatnya membagi curhatan setelah saya membaca salah satu roman dari Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Gadis Pantai. Saya hanyalah pembaca yang ingin membagi pemahaman dari sudut pandang saya, dan saya bukanlah orang yang memahami kesusastraan. So, blog ini bisa dibilang ajang curhatan pembaca karya Pram.
Jadi ceritanya di malam yang penuh kegalauan dan gundah gulana yang melanda membuat saya memutuskan untuk membaca roman Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer yang terbit di tahun 1960an. Oiya fyi, Gadis Pantai merupakan salah satu karya Pramoedya yang dilarang beredar pada masa orde baru, yang dibumihanguskan oleh Angkatan Darat pada Oktober 1965, kenapa dibakar, yah karena you know lah, ketakutan pemerintah saat itu dimana isu keterlibatan Pram sebagai bagian organisasi sayap partai komunis. Jadi seharusnya Gadis Pantai ada 3 bagian (trilogi) tapi baru terbit satu bagian, poor Pram. Oke, back to the topic, Gadis Pantai berlatar belakang awal abad 19 Hindia-Belanda, menceritakan tentang seorang gadis 14 tahun yang hidup di pesisir pantai utara Jawa yang hidup dan dibesarkan dalam lingkungan nelayan, ia juga anak seorang nelayan di kampung tersebut. Suatu hari nasib gadis pantai berubah setelah ia ketahui bahwa ia akan dinikahi oleh seorang bendoro dari kota, dimana ada kejadian unik ketika ia menikah,pada saat itu gadis pantai berada dalam perjalan menuju kota (rumah bendoro) dengan menaiki dokar (kereta kuda) dan ia dinikahi oleh keris sebagai pengganti si bendoro saat ijab kabul. Singkat cerita kehidupan gadis pantai berubah 180 derajat setelah menikah, dimana ia harus berpisah dari orangtuanya dan bersuamikan bendoro ketika ia masih 14 tahun. Perlu diingat, jaman segitu dan umur segitu dengan budaya jawa pada saat itu sangat beda dengan sekarang. Dimana perempuan diharuskan berpisah dari orangtua ketika anaknya dipinang seorang pria, apalagi pria terkemuka di daerah mereka. --Nah pada bagian ini di buku tersebut, saya suka banget dengan gaya penulisan Pram yang membuat saya bisa terhipnotis dan masuk dalam dunia si Gadis Pantai-- Gadis pantai harus hidup mandiri dalam norma kehidupan kota yang menyiksanya untuk terpasung dalam gedung bendoro. Gadis pantai tidak boleh keluar rumah, bahkan hanya sesekali bertemu dengan si bendoro dalam rumahnya. Banyak kejadian-kejadian baru yang dialami gadis pantai, ia menjadi perempuan yang lebih dewasa dan mampu mengatasi kegelisahan hatinya selama hidup dengan bendoro, baik kegelisahan karena tidak dianggap oleh saudara bendoro, tekanan tata cara hidup orang kota, perpisahan dengan orangtua, hingga pada akhirnya gadis pantai sadar bahwa ia hanyalah selir 'percobaan' bagi bendoro --jadi sebelum menikah dengan perempuan bangsawan yg cocok dengannya bendoro menikah dengan selir-selir--. Masih ada banyak lagi intrik dan permasalahan dalam roman tersebut,mau yang lengkap silakan baca sendiri, kalo ada kesempatan bakal saya update file pdf romannya. Disini saya cuma mau ngasih pandangan tentang gadis pantai, meski ia hidup di pesisir pantai yang jauh dari kemodernan tapi ia memiliki pemikiran yang kritis dan cerdas, terbukti gadis pantai mampu menyingkirkan perempuan yang akan menghancurkan kehidupannya ketika ia kembali ke desa. Selain itu gadis pantai juga merupakan sosok yang penyabar, terbukti ketika ia harus kehilangan mbok pengasuhnya di rumah bendoro dan dipisahkan oleh anaknya sendiri. Tapi rasa ingin tahunya juga tinggi dan insting yang kuat, salah satunya adalah ketika ia sadar orang yang memijatnya ketika di desa pantai adalah laki-laki dan mata-mata.
Next, bendoro, yang digambarkan sebagai orang yang lebih tua dibanding gadis pantai, beragama islam, berpendidikan, kaya dan orang terpandang/terhormat. Adanya tokoh bendoro pada abad ini menandakan bahwa pembesar pada masa tersebut juga telah mengenal agama dan memiliki akses dalam penyebaran agama. Seperti yang dijelaskan Clifford Geertz yang menjelaskan bahwa masyarakat jawa terdiri dari priyayi (pembesar), santri (golongan agamis), dan abangan (masyarakat tradisional yg animisme).
Sekian dulu cerita dari saya, next time di update lagi.
Komentar
Posting Komentar